Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia

Sejarah Ejaan

A. Pendahuluan
Bahasa memiliki peranan penting bagi kehidupan, karena selain digunakan sebagai alat komunikasi secara langsung, bahasa juga digunakan sebagai alat komunikasi secara tulisan. Pada zaman era globalisasi dan pembangunan reformasi demokrasi ini, masyarakat dituntut secara aktif untuk dapat mengawasi dan memahami informasi di segala aspek kehidupan sosial secara baik dan benar. Sebagai bahan pendukung kelengkapan tersebut, bahasa berfungsi sebagai media penyampaian informasi secara baik dan benar. Dengan penyampaian berita atau materi secara tertulis, diharapkan masyarakat dapat menggunakan media tersebut secara baik dan benar.[1]
            Sebagai pemakai bahasa Indonesia, kita wajib mematuhi aturan baku berbahasa yang dinyatakan dalam EBI, KBBI, dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Pemakai bahasa Indonesia seyogyanya berbahasa dengan baik dan benar dalam forum resmi atau saat menyajikan satu bentuk tulisan ilmiah.[2] Akan tetapi, sampai sekarang masih banyak di antara orang Indonesia yang belum dapat atau fasih menerapkan  kaidah Ejaan Bahasa Indonesia  itu dalam tulis-menulis.[3] Oleh karena itu, pengetahuan tentang sejarah ejaan yang diterapkan oleh Indonesia sebagai acuan untuk berbahasa yang baik dan benar harus kita cermati.

B. Pengertian Ejaan
            Kata “ejaan” berasal dari bahasa Arab yaitu hijja’  menjadi eja yang mendapatkan akhiran-an.[4] Menurut KBBI, ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI), ejaan adalah cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa.[5]
           
C. Sejarah Ejaan
            Sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia telah melalui beberapa tahap perkembangan, dimulai dari zaman penjajahan Belanda sampai sekarang.

1.      Ejaan Van Ophuijsen
Ditetapkan tahun 1901, berdasarkan peraturan ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin. Perubahan ejaan dilakukan berdasarkan rancangan Charles Adrian Van Ophuijsen dengan bantuan Tengku Nawawi, gelar Soetan Ma’moer dan Mohammad Taib Soetan Ibrahim. Usaha kea rah penyempurnaan juga dilakukan berkali-kali. Selama Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo (1938), disarankan agar ejaan bahasa Indonesia lebih diinternasionalkan.

2.      Ejaan Republik /Ejaan Suwandi  
Ejaan ini ditetapkan tahun 1947 dengan Surat Keputusan Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg A. Suwandi sewaktu itu menjabat Menteri PP&K, perubahan ejaan dilakukan berdasarkan Ejaan Van Ophuysen dan dimaksudkan untuk menyederhanakan ejaan yang telah berlaku.

3.      Ejaan Pembaharuan
Tahun 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia ke-2 di Medan, atas prakarsa Menteri Mohammad Yamin. Kongres tersebut memutuskan agar ada badan yang menyusun peraturan ejaan yang praktis bagi bahasa Indonesia. Dengan Surat Keputusan tanggal 19 Juli 1956 No.44876/S Menteri PP&K membentuk sebuah panitia (Priyono-Katoppo, Ketua) yang berhasil merumuskan patokan-patokan baru tahun 1957 setelah bekerja selama setahun.

4.      Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia)
Tahun 1959 berlangsung suatu perjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dengan persekutuan Tanah Melayu. Perjanjian tersebut antara lain berupa, usaha memersamakan ejaan bahasa kedua negara. Akhir tahun 1959, sidang perutusan Indonesia dan Melayu menghasilkan konsep ejaan bersama. Hasil sidang itu diumumkan pada tahun 1961 dan diterbitkan oleh Departemen P&K, menurut rencana akan diresmikan pada bulan Januari 1962. Karena adanya konfrontasi politik dengan Malaysia, ejaan ini tidak sempat menjadi kenyataan.

5.      Ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan
Ejaan ini disusun oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen P&K pada tanggal 19 September 1967. Panitia ini dibentuk oleh Kepala Lembaga Bahasa dan Kesusastraan. Namun, ejaan ini tidak sempat diresmikan karena banyak menimbulkan reaksi dari pemakai, antara lain karena meniru ejaan Malaysia dan keperluan mengganti ejaan belum benar-benar mendesak.

6.      Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD)
Pada tanggal 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972 diresmikan aturan ejaan yang baru dengan nama Ejaan Yang Disempurnakan.
a.    Revisi 1988
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.[6]
b. Revisi 2009
Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.[7]

7.      Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
Pada tahun 2016 berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, DR. Anis Baswedan, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (PUEYD) diganti dengan nama Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) yang penyempurnaan naskahnya disusun oleh Pusat Pengembangan dan Pelindungan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.[8]

D. Simpulan
Ejaan adalah seprangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya.
Pedoman Umum Bahasa Indonesia merupakan tata bahasa dalam bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari pemakaian dan penulisan huruf kapital  dan huruf miring, serta penulisan unsur serapan.
            Perkembangan ejaan di Indonesia telah mengalami beberapa pergantian, mulai dari ejaan Van Ophuysen sampai akhirnya berganti nama menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang ditetapkan pada tahun 2016 sampai sekarang melalui beberapa tahap pergantian sebelumnya.





DAFTAR PUSTAKA
Iffah, Siti Nur, “Makalah Ejaan dalam Bahasa Indonesia”, Jombang: Universitas K.H. A. Wahab Hasbullah, 2015.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, Jakarta: Grasindo, 1993.
Tarigan, Prof. Dr. Henry Guntur, Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia, Bandung: Angkasa, 2009.
Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia, “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia”, Jakarta, 2016
Waridah, Ernawati, EYD & Seputar Kebahasa-Indonesiaan, Bandung: Ruang Kata, 2013.
https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_yang_Disempurnakan, Diakses pada tanggal 6 Maret 2017.






[1] Siti Nur Iffah, “Makalah Ejaan dalam Bahasa Indonesia”,(Jombang: Universitas KH. A. Wahab Hasbullah, 2015), hlm. i.
[2] Ernawati Waridah, “EYD & Seputar Kebahasa-Indonesiaan”,(Bandung: Ruang Kata, 2013), hlm. iii.
[3] Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,”Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indoenesia Yang Disempurnakan”,(Jakarta: Grasindo, 1993), hlm. viii.
[4] Siti Nur Iffah, “Makalah Ejaan dalam Bahasa Indonesia”,(Jombang: Universitas KH. A. Wahab Hasbullah, 2015), hlm. 2.
[5] Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan,”Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia”,(Bandung: Angkasa, 2009), hlm. 6.
[6] https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_yang_Disempurnakan, Diakses pada tanggal 6 Maret 2017.
[7] Ibid.
[8]Tim Pengembang Pedoman Bahasa Indonesia,”Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia’’,(Jakarta:2016), hlm. ix.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Para Penyair Masa Arab Jahili

Curriculum Vitae

Macam-macam Sastra Arab Jahili